Hosting Unlimited Indonesia

Trilogi B2B - Jilid 2 : Sunrise di Sanur

Semalam sampai di rumah singgah sepeda, tepatnya di rumah Om Syahrul Anwar. Di Denpasar Kota, Jl. Gatot Subroto atau biasa disingkat dengan akronim gatsu. Ini hebatnya efek sepeda, Saya bahkan belum pernah ketemu dengan om Anwar. Tapi dengan keramahan khas Bali, Saya menginap dirumahnya bahkan sampai seminggu. Semua gara-gara sepeda.

Pagi-pagi, Saya yang masih sama sekali buta tentang Denpasar diantar oleh om Anwar ke Pantai Sanur. Katanya sunrisenya bagus disini. Meskipun sebentar, om Anwar musti kerja.


Setelah momen sunrise yang hanya beberapa menit lewat, saatnya sarapan menu khas Sanur. Sop ikan yang terletak ditepi pantai. Ditemani segelas teh manis hangat sambil menikmati pemandangan disepanjang garis pantai, diiringi debur suara ombak. Sekelompok nelayan dan pelanggannya nampak sibuk menyeberangkan motor-motor ke Nusa Penida.

GWK


Pokoknya hari ini dan sisa beberapa hari kedepan akan dipakai untuk mengunjungi sebanyak mungkin spot wisata. Inilah salah satu kelebihan Bali. Geser dikit tempat wisata, banyak banget sampai bingung memilih. Disepanjang garis pantai berjejer pantai-pantai yang sangat terkenal, Nusa Dua, pantai Pandawa, Uluwatu, Kute ... itu jaraknya dalam radius yang relatif dekat.


Nusa Dua, pantai yang sudah dikavling-kavling oleh resort dan hotel. Kami sempat kebingungan mencari dimana pantai yang gratisannya. Akhirnya memutuskan lewatin aja. Next destinasi, GWK aka Garuda Wisnu Kencana.

Tapi, rupanya jalan menuju selatan bali merupakan perbukitan so ... kami harus nanjak-nanjak untuk rute ini, selepas dari Nusa Dua. Relatif panas Selatan Bali, apalagi kami gowes melintas daerah ini pas siang bolong, puanasse poll..!!!

Dalam hitungan belasan kilometer, sampailah dipertigaan terakhir. Kiri Uluwatu .. kanan GWK .. terus Pantai Kute.GWK ga sampai 1 km dari pertigaan itu, tapi turunan tajam. Tergoda oleh seluncuran diturunan Kami memutuskan memilih GWK.

GWK merupakan situs buatan manusia yang dijadikan tempat suci. Ikonnya adalah patung-patung Dewa Wisnu dan patung Garuda dalam ukuran super jumbo. Ada juga Patung Dewa Wisnu sedang naik Garuda, hanya saja masih dalam kontruksi. Dan nampak terbengkalai.

Harga tiketnya lumayan mencekik, 70 rb untuk 1 orang.. hiks ! Ya udahlah tanggung sampai dimari, masa gagal masuk.

Kute


Sekitar jam 3 sore, lanjut ... dari GWK sekitar 2 jam gowes sudah plus makan disebuah warung padang dengan hashtag harga pelajar, hehehehe ... Kute dengan pantai Legiannya kayaknya pusatnya bule-bule.

Disepanjang jalan-jalan kecil yang lumayan ruwet, berserakan bule-bule ... ada yang nongkrong di kafe, jalan kaki, naik motor,.. tapi hanya kami yang bersepeda. Eh emang situ bule... jiah !!!


Diawal-awal tahun 2000-an, kawasan pantai Kute pernah terjadi tragedi kemanusiaan. Bom diledakan atas nama isu agama dan ras tertentu. Korbannya mencapai ratusan jiwa melayang yang didominasi bule Australia. Dan di Bekas Padis Club sekarang berdiri monumen Bom Bali.

Agak susah mencari pantainya, disamping jalannya kecil dan banyak dan plang-plang penunjuk kearah pantai juga terselip diantara plang-plang iklan dan nama toko. Kami sempat beberapa kali hanya berputar-putar aebelun akhirnya sampai di pantai.

Nampaknya pemandangan sekelompok bule dikursi-kursi tenda dipinggir pantai sambil menenggak bir langsung dari botol, sudah lumrah di Legian. Berkrat-krat botol bir tersusun didekatnya.

Tentu bukan pemandangan lumrah dikota-kota lain. Kalo ditempat Saya paling banter krat teh botol yang tersusun di warung kelontong.


Sebenarnya, pantai Legian hanya pantai berpasir hitam seperti ditempat lain. Tapi, kalo sudah jadi ikon, apalagi dengan fasilitas yang lengkap menjadikan tempat ini menjadi tempat favorit kongkow para bule.

Denger-denger sih, .. isu reklamasi Tanjung Benoa akan memindahkan Kute dan tempat kongkow bulenya ke pantai reklamasi itu. Pertimbangannya, nampak tidak etis buat anak sekolah yang studi tour ke Kute melihat kelakuan bule-bule itu. Tapi,... kepentingan ekonomi membuat para pemuda yang sudah terlanjur kenyang menikmati roda uang yang berputar kencang, menolaknya... sekencang putaran roda uang itu... entahlah.. !!!

Saya sih lebih asyik ... nongkrong disalah satu sudut balai yang agak jauh dari keramaian menanti sunset sambil ngopi dan dengerin suara debur ombak . Santai kayak anak pantai ...

<<< Bersambung >>>


" jika bermanfaat ... tinggalain jejak ya ..share, like, atau comment di Blog ini, Thanks ! "






Trilogi B2B - Jilid 2 : Sunset Tanah Lot

Strateginya cari penginapan kelas murmer untuk sekedar memanjakan tubuh, secara sudah lebih dari seminggu ga nempel kasur. Dan, cuci-cuci baju dan peralatan yang mulai mengeluarkan aroma tak sedap. Serta cuci sepeda, terutama rantai.

Jadilah ... penginapan 85 ribu semalam di Tanjung Wangi kelas kipas angin. Beberapa km dari pelabuhan Ketapang. Saya lepas webing hammock buat jemuran ... di kamar.. jiah. Mungkin kalo ob hotel lihat akan geleng-geleng kepala.

Sambil nunggu keringnya jemuran Saya melongok ke tepi pantai, rupanya hotel ini persis berada di samping gudang pabrik semen. Bisa diidentifikasj begitu dari sebuah pelabuhan kecil tempat bersandar kapal tangker pengangkut semen curah.

Jam 1 siang, setelah merapikan kembali kamar hotel dan repacking pannier Kami cabut, nyeberang kita.


Untuk menyeberang dengan feri dari Ketapang ke Gilimanuk, Sepeda Gayung (??? Belinya dimana ya???) masuk golongan  1 harga tiketnya 7.000 ... murah banget yah !!! Sedangkan Sepeda motor 22.000.

Memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk sampai di Gilimanuk. Lanjut gowes, yah.. Kami sudah menapakan ban sepeda di pulau dewata. Selepas pelabuhan Gilimanuk, Kami disambut persimpangan jalan. Kiri ke Singaraja, kanan Denpasar via Tabanan.

Langsung masuk rute Taman Nasional Bali Barat (TNBB) dan mulai jalanan rolling-rolling sampai Tabanan,... skitar 86 km. Nyebelin ...

Kami tidak sanggup menyelesaikan rute Gilimanuk-Denpasar berjarak sekitar 123 km. Start tadi itu sudah terlalu siang. Akhirnya terdampar di sebuah pom bensin menjelang Tabanan. Kembali ke habitat, bermalam di hotel kuda laut.

Artikel terkait : 

Keesokannya, lanjut perjalanan ...masih mendaki dan meluncur di jalan raya Tabanan yang rolling-rolling ... kadang mengasyikan juga. Apalagi  jalanan yang dilintasi dipayungi oleh kanopi alami ... lorong yang terbentuk dari rindangnya daun pohon-pohon dikanan kiri jalan.

Sekitar jam 1 menjelang jam 2 siang, mampir ke Pantai Tanah Lot, setelah perjalanan panjang ... kami mulai berburu destinasi.



Sudah tidak sabar rasanya menjadi saksi indahnya saat-saat surya tenggelam dibalik pure yang menjorok di tengah laut. Sayang hari masih siang, jadilah Kami bersabar diri menunggu dipojokan gazebo. Hmmm... lama juga sampai bete tidur-tiduran.

Fyi : tiket masuk Tanah Lot dijual 10rb perorang, sepeda tidak dihitung. Sayang sekali kami tidak boleh masuk bawa sepeda, sudah coba negosiasi sama pecalang, tapi ditolak halus.

Akhirnya matahari mulai meredup, jam 5 lewat wita. Saya berputar-putar mencari spot terbaik untuk mengabadikan sunset dengan foreground pure. Dapat, di tebing-tebing sebelah restoran dan sebelum lapangan golf.

Busyet, ternyata hanya Saya yang orang lokal. Lainnya ada bule, india, dan bermata sipit... antara taiwan atau korea,.. jiah ! Ada juga ding yg sawo matang. .. pelayan restoran... haghaghag..!!! Bodo ah.. jepret-jepret .. cekrek !!

Sayang menjelang klimaknya.. dibatas cakrawala di ufuk barat ada awan menggantung. Kurang sempurna momen sunsetnya.

Abis maghrib, cabut dari Tanah Lot cari makan dan melanjutkan perjalanan. Denpasar...

<<< bersambung >>>
Hosting Unlimited Indonesia